Sabtu, 24 Mei 2014

Mulang Pekelem: Ritual Umat Hindu Lombok

Permalink gambar yang terpasang
Upacara Mulang Pekelem di Danau Segara Anak, Rinjani
(Foto: all about lombok)

Selain dikenal memiliki keindahan alam dan pesona mistis yang meliputinya, Danau Segara Anak juga merupakan tempat suci dan pusat penyelenggaraan upacara religi bagi umat Hindu di Lombok, Nusa Tenggara Barat, yaitu Upacara Mulang Pekelem. Bagi masyarakat setempat, keberadaan Gunung Rinjani memang dianggap sebagai pusat dari semesta tata ruang Lombok. Hal ini dikarenakan masyarakat sekitar percaya bahwa Gunung Rinjani adalah pelindung sekaligus gunung kehidupan Pulau Lomboksementara Danau Segara Anak adalah penyimpan atau sumber airnya. Berawal dari kesadaran ini dan dari kepercayaan serta kesetiaan terhadap adat tradisi yang berabad usianya, masyarakat di Lombok (khususnya umat Hindu) masih melaksanakan ritual Upacara Pekelem setiap lima tahun sekali.

Ritual Mulang Pekelem (Foto: Doride)
Upacara Pekelem dilaksanakan dengan tujuan memohon dan menjaga keharmonisan alam semesta. Pekelem sendiri berarti menenggelamkan sesajen (yadnya) di air; baik air laut, danau, atau kepundan gunung. Mereka percaya bahwa danau dan laut merupakan sumber air yang tentu amat penting bagi kehidupan manusia. Danau Segara Anak yang merupakan kaldera di Rinjani, dianggap memiliki kekuatan makrokosmos. Oleh karena itu, tempat ini dianggap sebagai sakral dan tepat untuk pelaksanaan upacara suci tersebut.

Sebenarnya Upacara Pekelem ini tidak hanya dilaksanakan di Danau Segara Anak oleh Suku Sasak yang beragama Hindu di Lombok. Upacara ini adalah salah satu upacara besar dan penting bagi semua umat Hindu. Bencana dan fenomena yang menunjukkan ketidakseimbangan alam adalah beberapa alasan yang menjadi dasar dilaksanakannya upacara ini oleh masyarakat Hindu sejak berabad lamanya.
 
Danau Segara Anak, Rinjani (Foto: Wonderful Indonesia)

Beberapa bukti bahwa Upacara Pekelem adalah upacara warisan leluhur Hindu dapat dilihat dari prasasti-prasasti dan lontar-lontar yang menyebutkan tentang makna atau tujuan upacara tersebut. Salah satunya adalah Prasasti Batur Sakti; pada prasasti ini  disebutkan bahwa pada tahun Saka 833, keturunan Raja Sri Ugrasena Warmadewa menyampaikan telah ada perintah dari raja untuk tetap melaksanakan Upacara Pekelem. Upacara ini hendaknya dilaksanakan di danau, laut, dan kepundan gunung yang merupakan sumber air. Air adalah sumber kehidupan bagi manusia dan merupakan lambang kemakmuran dan kesuburan.

Dalam Lontar Bhuana Kertih disebutkan bahwa tujuan dari upacara ini adalah untuk menghilangkan hama penyakit yang datang dari sumbernya, yaitu laut atau danau. Di samping itu, tujuan lainnya adalah untuk memohon kemakmuran dan kesuburan tanah pertanian dan memohon perlindungan dari ancaman bencana alam.

Konon, pelaksanaan Upacara Mulang Pekelem pertama kali dilaksanankan di Danau Segara Anak, Gunung Rinjani pada abad XVI. Asal muasal dilaksanakannya upacara ini adalah karena Kerajaan Karang Asem dilanda kemarau panjang yang berakibat pada kekeringan dan mewabahnya berbagai macam penyakit. Raja Anglurah Karang Asem pun  melakukan sembahyang dan semadi di Gunung Sari guna mendapatkan petunjuk. Dalam semadinya tersebut beliau mendapat wangsit untuk melaksanakan Mulang Pekelem dan Yadnya Bumi Sudha pada malam purnama bulan kelima di Danau Segara Anak, Gunung Rinjani. Percaya atau tidak, selepas dilaksanakannya upacara tersebut, hujan yang dinanti-nantikan sekian lama akhirnya turun membasahi tanah Suku Sasak.

Hingga hari ini, Upacara Pekelem dilaksanakan setiap lima tahun sekali, yaitu pada purnama di bulan kelima. Tiga hari sebelum purnama yang dimaksud, umat Hindu Lombok akan berbondong-bondong mendaki Gunung Rinjani sambil membawa segala kelengkapan upacara. Tentu upaya ini tidak mudah mengingat medan pendakian yang tidak mulus dan beban perlengkapan yang tidak sedikit. Namun begitu, hal tersebut seolah bukan halangan bagi mereka dan dianggap sebagai salah satu pengorbanan yang dapat dilakukan sebagai wujud ketaatan terhadap Sang Hyang Widhi (Tuhan). Tidak hanya orang dewasa, bahkan anak-anak pun turut serta dalam upacara ini dan turut mendaki gunung agar sampai di pusat pelaksanaan upacara, Danau Segara Anak.

Dalam pendakian, segenap umat Hindu pelaksana upacara akan singgah di beberapa tempat yang dianggap suci dan bahkan menginap di titik tertentu sambil melaksanakan sembahyang. Salah satu tempat suci tersebut adalah Poprok atau Tirta Pecampuan; merupakan titik pertemuan tiga sumber mata air, yaitu air dingin dari Danau Segara Anak, air panas dari sumber mata air panas gunung, dan air belerang. Berdasar fakta tersebut, tempat ini dianggap memiliki energi spiritual yang kuat sehingga mereka akan menginap sebelum melanjutkan pendakian keesokan paginya.

Setibanya di tepian Danau Segara Anak, umat Hindu akan membangun semacam pura sementara dan mendirikan penjor untuk kebutuhan upacara. Sesaji upacara ditaruh di sembilan penjuru mata angin. Dalam proses persiapan upacara ini, akan ada beberapa peristiwa kecil nan ganjil yang menyertai. Misalnya, perubahan ekstrim cuaca di sekitar danau yang semula tenang lalu berubah berkabut dan beriak atau kejadian kesurupan di antara peserta upacara. Saat terjadi kesurupan, maka akan mulai digelar Upacara Melaspas dan Nuhur. Upacara Melaspas dimaksudkan untuk menyucikan tempat upacara dari kekuatan jahat yang datang mengganggu. Sementara Nuhur adalah lantunan yang disenandungkan guna mengundang para dewata penunggu Gunung Rinjani agar mengiringi upacara.

Pelaksanaan Mulang Pekelem biasanya akan didahului dengan pelaksanaan Yadnya Bumi Sudha. Upacara Yadnya Bumi Sudha dimulai dengan gelaran tari-tarian untuk para dewata. Upacara ini dimaksudkan untuk menyeimbangkan jagad alit (dunia manusia) dengan jagad agung. Sejumlah hewan (kerbau, kambing, sapi, dan lainnya) disembelih dan dikorbankan sebagai bentuk persembahan kepada para dewa di sembilan penjuru mata angin.  Serangkaian doa dipanjatkan agar bumi dibersihkan dari pengaruh jahat dan agar keseimbangan alam terjaga. Tidak hanya itu, umat Hindu pun melepaskan hewan ke alam bebas sehingga mereka dapat berkembang biak dan menciptakan keseimbangan alam di Gunung Rinjani. Setelahnya, kandang hewan-hewan tadi pun dibakar sebagai simbol pengembalian segala unsur kehidupan ke alam.

Keesokan harinya, barulah dimulai upacara Mulang Pekelem yang merupakan bentuk lain pengorbanan umat Hindu kepada Tuhan. Pengorbanan ini dilakukan dengan cara melarung atau menenggelamkan benda-benda berharga, seperti emas, perak, tembaga, dan uang logam yang sebelumnya dibungkus kain ke Danau Segara Anak. Logam mulia dipahat dalam berbagai bentuk hewan yang mewakili simbol-simbol harapan tertentu. Lempeng emas yang berbentuk udang melambangkan kesuburan; kura-kura melambangkan dunia; ikan adalah simbol kehidupan; dan unggas adalah simbol alam semesta. Tujuannya adalah agar dewata menganugerahkan hujan, kesuburan, dan keseimbangan alam di tanah Suku Sasak. Upacara lalu ditutup dengan pementasan Tari Topeng agar Bumi dan seluruh isinya bebas dari petaka.

Mulang Pekelem di Danau Segara Anak tidak hanya dihadiri oleh umat Hindu Lombok tetapi juga umat Hindu dari Bali, Jawa, bahkan Kalimantan. Upacara tersebut merupakan sebuah refleksi dari konsep Tri Hilta Karana, yakni suatu ritual pengorbanan atau upacara suci agar alam dibersihkan dari kekuatan jahat sehingga manusia dan alam dapat hidup secara harmonis dan saling menjaga. Selain itu, secara umum upacara ini dapat juga berfungsi sebagai wahana menumbuhkan kesadaran dan menanamkan nilai-nilai spiritual dalam rangka menjaga keharmonisan alam.

Sumber: berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar